Biodiesel, sejatinya menjadi solusi Indonesia dalam mengatasi semakin merosotnya cadangan bahan bakar berbasis fosil. Selain ramah lingkungan bahan bakar alternatif ini bisa dijadikan sumber energi utama, apalagi bahan bakunya sangat melimpah. Kelapa sawit selain sebagai sumber minyak makan nyatanya bisa juga digunakan sebagai sumber bahan baku energi alternatif (biodiesel). Untuk kasus di Indonesia, pengembangan biodiesel sudah dilakukan semenjak tahun 2006, dimana pemerintah telah me-ngeluarkan regulasi berupa Perpres No.5 tahun 2006 tentang penurunan konsumsi bahan bakar berbasis fosil ke bahan bakar alternatif dengan target capaian 20% dari total pemakaian. Berbagai regulasi guna me-ngembangkan biodiesel pun diupayakan pemerintah, bahkan sempat ada aturan mandatori pemakaian biodiesel. Sayangnya regulasi itu belum mampu merangsang tumbuhnya industri biodiesel nasional. Padahal pengembangan bahan bakar nabati (BBN) penting untuk energy security, pasalnya di tahun 2007 diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan terkuras habis hingga 12 tahun mendatang. Merujuk dari target Tim Nasional BBN diperkirakan tahun 2005 hingga 2015 pemakaian biodiesel bisa ditingkatkan secara bertahap dari 2,5% hingga 20%. Kalau dikonversi ke jumlah produksi maka dibutuhkan biodiesel sekitar 2,41 juta Kl/tahun. Sementara di 2020 kebutuhan itu akan meningkat menjadi 10,22 juta Kl/tahun. Praktis kondisi ini mampu menyerap produksi CPO yang dipekirakan meningkat menjadi 40 juta ton di 2020. Hingga saat ini kapasitas produksi biodiesel tercatat di tahun 2008 mencapai 1,8 juta Kl, pada 2009 meningkat menjadi 2,9 juta Kl dan pada tahun ini kapasitas produksi biodiesel nasional telah mencapai 3,9 juta Kl, diperkirakan kapasitas produksi di 2011 mencapai 4,4 juta Kl. Bila dibandingkan dengan kebutuhan biodiesel nasional, berada dibawah kapasitas produksi industri biodiesel nasional, misalkan di tahun 2008 tercatat kebutuhan mencapai 25.157 Kl, lantas di 2009 mencapai 1 juta Kl dan di 2010 mencapai 1,2 juta Kl dan di 2011 diperkirakan permintaan bisa mencapai 1,7 juta Kl. Hingga saat ini berdasar data dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), produsen biodiesel nasional mencapai 22 anggota, 11 sudah beroperasi, 5 perusahaan memasok untuk Pertamina. Kualitas biodiesel nasional sudah sesuai dengan standardisasi yang ditentukan baik oleh lembaga standardisasi nasional maupun internasional, contohnya biodiesel nasional telah sesuai standar SNI 7182, ASTM 6751 dan EN 14241. Sayangnya harga masih menjadi kendala pengembangan industri biodiesel nasional. Sebab melangitnya harga CPO di pasar internasional sontak membuat harga biodiesel nasional kalah ketimbang harga solar bersubsidi, maka pemerintah mesti mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong tumbuhnya industri biodiesel nasional. Contohnya, di tahun 2006, harga CPO saat itu mencapai US$ 400/ton dan harga biodiesel US$ 600/ton. Sekarang biodiesel dipatok harga US$ 1.113/ton, padahal harga CPO sudah sekitar US$1.000/ton. Jadi memang biodiesel tidak bisa bersaing karena harga. Masalah lainnya, bahan baku selain CPO belum siap untuk membuat harga biodiesel bisa bersaing dengan pasar. Keunggulan dan Peluang Industri BBN Sejatinya industri biodiesel memiliki peluang dan kesempatan besar guna memenuhi kebutuhan energi nasional, sebab bahan bakar ini memiliki berbagai keunggulan diantaranya, pertama, BBN produk ramah lingkungan dan renewable, dimana cetane number tinggi bisa mengurangi emisi (SO2,CO2,CO), tidak perlu modifikasi mesin, hemat biaya maintenance, non toxic dan biodegradable material, safe-handling storage. Kedua, menciptakan nilai tambah dan menaikkan GNP, dimana agro industri dan produk hilir bisa berkembang, BBN adalah energi alternatif dan mendukung energi security serta mengurangi impor BBM alhasil hemat devisa dan biaya energi. Ketiga, bahan baku melimpah dan banyak jenisnya. Pada tahun 2011 diperkirakan produksi CPO Indonesia mencapai 21 juta MT/tahun dan sekitar 70% di ekspor, saat ini pemerintah sedangkan mempersiapkan insentif untuk mendorong perkembangan industri biodiesel nasional. Keempat, permintaan terus meningkat baik untuk pasar domestik maupun internasional.
Sumber: Infosawit November 2010
0 comments:
Posting Komentar