Pendahuluan
Pemenuhan sumber energi dalam bentuk cair terutama solar pada sektor transportasi merupakan sektor paling kritis dan perlu mendapat perhatian khusus. Dengan meningkatnya konsumsi solar dalam negeri, berarti impor dari luar negeri adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi, jika tidak maka kekurangan pasukan tidak dapat dihindari, pada saat ini kurang lebih 25% kebutuhan solar dalam negeri telah menjadi bagian yang di Impor yang artinya adalah pengurasan devisa negara. Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable) dalam upaya meningkatkan security of supply dan mengurangi kuantitas impor bahan baku tersebut.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan (renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk cair ini.
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa, memiliki angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero CO¬¬2 emission.
Oleh karena itu, pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi sangat penting seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan biodiesel didunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an sehingga pada saat ini ibeberapa bagian dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah lingkungan ini.
Sebagai contoh, di dunia telah ada lebih dari 85 pabrik biodiesel dengan kapasitas 500 - 120.000 ton/tahun dan pada 7 tahun terakhir ini 28 negara telah menguji-coba, 21 di antaranya kemudian memproduksi. Amerika dan beberapa negara Eropa telah menetapkan Standar Biodiesel. Berbagai bahan baku juga telah dipergunakan seperti,
Minyak Rapeseed (kanola) di Eropa, Minyak Kedele di Amerika serikat, Minyak Kelapa di Filipina, Minyak Sawit (Malaysia), dan lain-lain. Di Hawaii minyak Jelantah (minyak goreng bekas) juga telah dipergunakan oleh Hawaii, Pacific Biodiesel Inc. dengan kapasitas pabrik kecil (40 ton/bln). Di Nagano (Jepang) bahan baku dari 60 fast-food restaurants telah dipakai sebagai bahan bakunya.Sehingga, Biodiesel telah “merebut” 5% pangsa pasar ADO (automotive diesel oil) di Eropa. Target Uni-Eropa adalah 12% pada tahun 2010. Khusus di Malaysia telah dikembangkan pilot plant biodiesel dengan skala 3000 ton/hari yang telah siap memenuhi kebutuhan solar jika sewaktu-waktu diperlukan.
Ada beberapa alternatif teknologi untuk mensubstitusi solar yaitu teknologi gas to liquid (fischer tropsh diesel) atau GTL yang mengubah gas menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi sehingga serupa dengan minyak diesel, DME (dimethyl ether) adalah bahan bakar turunan gas alam atau methanol yang memiliki bilangan setana tinggi tetapi berupa gas pada keadaan sehari-hari.
Penerapan teknologi GTL sangat memerlukan investasi yang sangat tinggi dan kebutuhan lapangan gas yang sangat besar serta sangat padat modal dan padat teknologi. Teknologi DME menuntut modifikasi yang cukup besar pada mesin yang memakan dana cukup besar sehingga tidak sesuai diterapkan pada masa-masa ini.
Sedangkan teknologi biodiesel memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
– Selain mengurangi impor ADO,
– Juga menguatkan security of supply bahan bakar diesel yang independent dalam negeri,
– Kemungkinan yang tinggi dapat diekspor
– Meningkatkan kesempatan kerja orang Indonesia di dalam negeri
– Mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu - antar daerah
– Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri proses di dalam negeri
– Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara dengan ‘bahan bakar ramah lingkungan’
– Meningkatkan produksi barang modal
– Memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair
Hal ini karena teknologi biodiesel tidak menuntut teknologi yang sangat tinggi dan mahal, dan melibatkan proses yang tidak membahayakan, pabrik-pabrik biodiesel dapat diadakan dalam skala kecil, sehingga bisnisnya bisa dilakukan pada skala-skala Koperasi sehingga keuntungannya bisa langsung dinikmati oleh lingkungannya.
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar didunia pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia sangat berpotensi menghasilkan minyak sawit yang dapat menjadi berbagai macam komoditi selain bahan bakar biodiesel minyak sawit, sehingga hal-hal ini merupakan kesempatan emas bagi sentra-sentra kelapa sawit untuk mandiri dalam energi. Indonesia selayaknya melihat potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang segera dapat dengan cepat diimplementasikan, dilihat dari berbagai pertimbangan diantaranya melimpahnya bahan baku pembuatan biodiesel berbasis Crude Palm Oil (CPO), serta kemudahan teknologi pembuatan biodiesel, dan tentunya aspek terpenting berupa independensi Indonesia terhadap energi diesel.
Artikel ini menyampaikan tentang prospektif penggunaan biodiesel dengan bahan baku Crude Palm Oil (CPO).
Kebutuhan Bahan Bakar Diesel di Indonesia
Diperkirakan pada tahun 2007 atau sebelum tahun 2015 Indonesia akan menjadi negara Net-Importir bahan baku minyak mentah.
Saat ini Indonesia mengimpor hampir 5-6 Milyar liter bahan bakar diesel, yang merupakan hampir 50% kebutuhan solar dalam negeri sehingga alternatif substitusi dengan bahan baku di Indonesia sangat layak dilakukan. Subtitusi dalam sedikit bagian saja (1-3%) biodiesel dalam solar akan menghemat devisa yang cukup berarti.
Disisi lain, Indonesia termasuk pengekspor Crude Palm Oil (CPO) nomer dua terbesar di dunia setelah Malaysia, dan terus bertambah setiap tahunnya, dan diperkirakan pada tahun 2012 akan menjadi ekportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Oleh karena itu CPO merupakan bahan baku biodiesel yang paling potensial pada saat ini.
Pengembangan Biodiesel
Metode dasar pengembangan biodiesel sudah banyak dilakukan di Indonesia, disamping pengetahuan dan kemampuan penanganan bahan baku kelapa sawit sudah sangat dikenal di Indonesia.
Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari sumber daya hayati. Biodiesel dapat dibuat dari minyak trigliserida (minyak kelapa sawit, kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari, jarak pagar, kapuk, saga hutan, kelor, kemiri, d.l.l.). Trigliserida tersebut diubah menjadi alkil ester dengan mereaksikannya dengan alkil alkohol.
Secara umum, pengembangan biodiesel termasuk teknologi menengah bahkan bisa dikatakan cukup sederhana, tidak memerlukan unit-unit operasi dengan tingkat kerumitan maupun resiko yang tinggi.
Reaktor berpengaduk adalah unit utama dalam pembuatan biodisel disamping unit penting lainnya berupa unit-unit pemisahan dan pemurnian. Bahkan pembuatan biodiesel ini dimungkinkan dilakukan dengan skala rumah tangga atau skala kecil.
Biodiesel dibuat dengan mereaksikan Crude Palm Oil (CPO) dengan methanol atau etanol melalui reaksi esterifikasi dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis menjadi senyawa Ester dengan produk samping gliserin. Pada saat ini gliserin juga merupakan produk dengan harga jual yang cukup tinggi.
Gambar 1. Diagram blok pembuatan Biodiesel
Dalam setiap unit energi yang digunakan untuk menghasilkan biodiesel maka akan dihasilkan 3.2 unit energi. Hal ini berarti, penyerapan energi matahari menjadi energi kimia dalam biodiesel adalah sangat efisien.
Crude Palm Oil (CPO) dipasaran biasanya mengandung sekitar 5% Free Fatty Acid (FFA) yang akan mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel, karena itu FFA ini harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis asam melalui reaksi Esterifikasi.
Secara umum, karakteristik biodiesel untuk konsumsi mesin diesel adalah sebagai berikut:
Karakteristik Biodiesel
Komposisi Metil Ester
Bilangan Setana 55
Densitas, g/mL 0.8624
Viskositas, cSt 5.55
Titik Kilat, C 172
Energi yang dihasilkan, MJ/Kg 40.1
Tabel 1. Karakteristik Biodiesel
Dapatkah Biodiesel berkompetisi dengan Solar Minyak bumi?
Dilihat dari segi harga, biodiesel memang tidak akan bisa menghasilkan harga jual lebih murah dibandingkan dengan solar minyak bumi, tetapi dari segi alternatif energi ramah lingkungan, serta upaya membangun ketahanan nasional di bidang energi, maka biodiesel layak untuk diimplementasikan.
Pada saat ini Indonesia adalah satu negara yang mensubsidi harga BBM dan tidak menarik pajak. Sudah tentu hal ini akan mengakibatkan berbagai macam program energi alternatif tidak akan pernah sukses dijalankan, rakyat terlena dengan murahnya harga minyak tanah, harga solar dll. Tidak seperti negara lain yang justru memberikan pajak pada harga BBM. Thailand adalah negara yang memiliki pajak BBM terendah didunia, menerapkan pajak rata-rata 22% untuk harga BBM yang dipasarkan didalam negerinya.
Sebagai gambaran kasar, harga produk per/liter Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) adalah sekitar Rp. 5000, dan jika diproduksi langsung melalui serangkaian proses berbasis buah segar kelapa sawit, maka harga produk biodiesel adalah Rp. 3000. Harga tersebut jelas lebih tinggi dibandingkan harga solar minyak bumi. Akan tetapi jika suatu saat keberadaan minyak bumi semakin langka, maka tidak ayal lagi minyak bumi pun akan menjadi mahal dan akan melebihi harga minyak sawit, hal ini bisa terjadi 10 s.d 20 tahun lagi ketika cekungan minyak didunia sudah habis dikuras. Sehingga suatu saat nanti orang akan kesulitan mencari bensin, solar dan produk turunannya. Pada saat itulah persiapan pada saat ini akan menjadi penolongnya.
Salah satu upaya implementasi biodiesel perlu diatur dengan menggunakan strategi blending. Strategi blending itu sendiri bisa dilihat dalam 2 (dua) persepsi, yang pertama adalah upgrading kualitas bahan bakar yang dihasilkan dan yang kedua adalah upaya pemasyarakatan biodiesel itu sendiri.
Agar blending bisa menghasilkan upgrading yang nyata terhadap kualitas bahan bakar solar campuran, maka blending optimum berada pada kisaran 30:70 prosen-volume (Biodiesel : Solar).
Tetapi jika blending tersebut adalah merupakan upaya pemasyarakatan biodiesel, maka blending biodiesel cukup dilakukan pada prosentase 1-3 % (atau dua prosen volume biodiesel), sebagai awal pemasyarakatan, dan secara perlahan melaksanakan upaya-upaya lanjutan untuk menaikkan kadar biodiesel pada blending bahan bakar campuran tersebut perlahan dinaikkan.
Lingkungan dan Biodiesel
Biodiesel bersifat terbaharui dari tumbuhan, dan ramah lingkungan, emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran mesin-mesin akan diserap kembali oleh tanaman melalui mekanisme fotosintesis. Sehingga menekan akumulasi CO¬2 di atmosfir atau yang banyak dikenal dengan zero CO2 emission. Akumulasi CO¬2 di atmosfer yang dihasilkan oleh bahan bakar berbasis minyak bumi atau batu bara mengakibatkan perubahan iklim global atau yang disebut dengan efek pemanasan global atau global warming, karena membakar minyak bumi atau batu bara sama dengan mengeluarkan CO¬2 dari dalam bumi dan memindahkannya ke atmosfer.
Blending Bahan Bakar Euro 2
Berkaca pada uraian strategi blending 2% (dua prosen volume) dimana dampak terhadap upgrading kualitas serta penurunan emisi bahan bakar tidaklah siginifikan.
Karena itu, akan sangat baik jika upaya blending pada prosentase minimum tersebut dilakukan terhadap solar minyak bumi untuk kualitas emisi standar Euro 2.
Seandainya harga solar minyak bumi kualitas Euro 2 adalah Rp. 1910 dan harga Biodiesel adalah Rp. 3000,-, maka hasil blending Biodiesel : Solar Minyak Bumi (2 : 98 % Volume ) adalah sekitar Rp 1950 (termasuk biaya blending).
Dengan melakukan implementasi tersebut, maka akan dihasilkan produk bermutu baik dengan emisi minimal serta telah dilakukan upaya pemasyarakatan biodiesel.
Memang harga jual bahan bakar campuran tersebut tetap akan lebih mahal, tetapi memang selalu ada harga yang harus dibayar dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan serta menurunkan emisi bahan bakar.
Penanganan Produk Biodiesel
Biodiesel adalah produk yang tidak beracun serta biodegradable, sehingga penanganannya jauh lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan bahan solar minyak bumi.
Aktivitas blending biodiesel dan solar minyak bumi tidaklah membutuhkan penanganan yang rumit, karena tanpa dilakukan pengadukanpun kedua material tersebut akan bercampur dengan sempurna dan stabil.
Kendala yang sering dikeluhkan (tetapi tidak akan terjadi di Indonesia) adalah kemungkinan terbentuknya gel akibat suhu yang sangat rendah (biasanya identik dengan nilai pour point) yang mungkin terjadi di negara-negara lain yang mengalami musim dingin.
Upaya menurunkan nilai pour point dalam rangkaian proses menghasilkan biodiesel akan berakibat terhadap menurun pulanya angka cetane number, yang berarti menurunkan kualitas biodiesel yang dihasilkan, sehingga perlu difikirkan tentang optimalisasi proses.
Cara lain yang bisa diaplikasikan adalah dengan menggunakan penambahan aditiv yang mencegah terbentuknya gel, hanya saja upaya-upaya ini baru perlu difikirkan ketika orientasi produk biodiesel adalah eksport ke negara-negara yang mempunyai musim dingin.
Memulai dengan Implementasi Pemasyarakatan dan Percontohan
Upaya blending tentu saja harus dibarengi dengan implementasi, karena itu perlu dilakukan semacam percontohan di suatu kota tertentu yang didukung oleh berbagai pihak. Karena apapun kalau hanya berhenti pada tataran tulisan, maka tidak akan pernah dapat diwujudkan.
Alternatif terbaik adalah dengan mengaplikasikan produk bahan bakar ramah lingkungan tersebut pada fasilitas-fasilitas kendaraan transport umum yang sebagian besar memakai solar sebagai bahan bakarnya, seperti yang dilakukan pemerintah kota Kyoto di Jepang. Hal ini terutama untuk menyelamatkan udara dan lebih jauh lagi kesehatan warga kota. Hal ini haruslah segera dimulai, karena dilihat dari sisi penting pendukung utama, yaitu ketersediaan bahan baku, kemampuan teknologi, serta sarana pendukung, semuanya bisa dilakukan oleh sumber daya lokal Indonesia.
Pada saat ini ITB dan BPPT telah melakukan rekayasa proses/pabrik dan uji jalan kendaraan bermesin diesel dengan menggunakan bahan bakar biodiesel. BPPT mengembangkan pabrik biodiesel yang berbahan baku limbah pabrik sawit, ITB mengembangkan teknologi biodiesel langsung dari buah sawitnya dan juga berbagai macam minyak tanaman yang berpotensi lainnya. Pada bagian reaktornya ITB telah mengembangkan reaktor dengan nama Superhigh Conversion Reactor untuk meningkatkan efisiensi perolehan reaksi dalam waktu yang singkat. Pada saat ini di ITB ada sedikitnya dua mobil staf pengajarnya yang setiap hari berjalan dengan bahan bakar biodiesel ini, tanpa masalah.
Jika implementasi tersebut berhasil diterapkan, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara penghasil biodiesel yang dapat diekspor keluar negeri, bisa dibayangkan tentang manfaat ini bagi Indonesia, baik dari segi financial, maupun kebangaan sebagai negara yang mampu menghasilkan sumber energi terbaharukan yang ramah lingkungan, jangan sampai kita tertinggal terlalu jauh dengan negara tetangga kita yang sudah memulai komersialisasi biodiesel untuk skala besar.
Indahnya malam pertama kita
14 tahun yang lalu
1 comments:
Saya ingin memberikan komentar sekitar masalah Biodiesel di Indonesia , sbb:
Harga CPO per metric tonne dalam US $ per tgl. 31 Agustus 2009 adalah :
CPO US $ / mt = 574
1 m kubik = 1000 dm kubik
1 dm kubik = 1 Liter .........Jadi 1 meter kubik = 1000 L
CPO dalam Rupiah ( Rp ) = 574 US $ x 8.567,88
= 4.917.963,12 rupiah
= Rp. 4.917.963,12 / 1000 Liter
Jadi 1 Liter CPO = Rp. 4.917,96312
= Rp. 4.925
>= Rp. 5.000
Jika harga sekarang menurut harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 per 11
April 2011 berada di level US$ 1.140 per metrik ton (MT). , maka :
CPO dalam Rupiah ( Rp ) = 1.140 US $ x 8.567,88
= Rp. 9.767.388,2 / 1000 Liter
Jadi 1 Liter CPO = Rp. 9.767,3882 / Liter
>= Rp. 9.800
Menurut saya , sangat riskan untuk memproduksi Biodiesel dengan harga dasar CPO di kisaran Rp.9.800 dan menjualnya dengan harga subsidi pemerintah sebesar Rp. 4.500
Menurut saya , P.T. Pertamina haruslah mengubah kebijakan Import bahan bakar Solar sebesar 5-6 Milyard atau setara 50 % kebutuhan bahan bakar Solar Nasional dan mengubahnya menjadi pembelian Biodiesel hasil industri rakyat atau rumahan di Indonesia.
Sampai kapanpun , kita tidak akan dapat mewujudkan RENEWABLE ENERGY di bidang Biodiesel dan Bioethanol walaupun menunggu sampai 10 tahun dari sekarang.
Aries Satriyo
Pemerhati masalah Biodiesel dan Bioethanol di Indonesia.
Email : ariessatriyo@gmail.com
Posting Komentar