Pages


Tampilkan postingan dengan label Biodiesel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biodiesel. Tampilkan semua postingan

Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Biologis

Teknik katalisasi biologis (biocatalysis) untuk memproduksi biodiesel, oleic acid alkyl ester (dalam hal ini butil oleat), dari triolein dengan beberapa macam katalis biologis, yakni Candida Antarctica B, Rizhomucor Miehei, dan Pseudomonas Cepacia. Karena mahalnya harga katalis biologis dibandingkan katalis kimiawi, maka penggunaan katalis biologis tersebut dilakukan dengan cara immobilisasi pada katalis.
Teknik ini sekaligus memungkinkan dilakukannya proses kontinyu dalam produksi biodiesel. Temperatur optimum reaksi ini adalah 40oC. Selain itu juga dapat digunakan katalis padat (solid catalyst) dari gula dengan cara melakukan pirolisis terhadap senyawa gula (D-glucose dan sucrose) pada temperatur di atas 300oC. Proses ini menyebabkan karbonisasi tak sempurna terhadap senyawa gula dan terbentuknya lembar-lembar karbon aromatik polisiklis (polycyclic aromatic carbon sheets). Asam sulfat (sulphuric acid) kemudian digunakan untuk mensulfonasi cincin aromatik tersebut sehingga menghasilkan katalis.
Katalis padat yang dihasilkan dengan cara ini disebutkan memiliki kemampuan mengkonversi minyak tumbuhan menjadi biodiesel lebih tinggi dibandingkan katalis asam sulfat cair ataupun katalis asam padat lain yang telah ada sebelumnya.
gb486

Industri Minyak Jagung

Jagung dapat diolah menjadi berbagai macam hasil, agar dapat memberi manfaat yang lebih banyak, dengan memperhatikan selera dan permintaan konsumen.

Proses Pengolahan Jagung

Proses pengolahan terhadap jagung untuk memperoleh minyaknya terdiri dari :
  1. Bagian karbohydrat, diproses menjadi hasil hasil produksi antara lain: beras jagung, tepung jagung, semolina (bahan baku pembuatan bier) dan lain lain.
  2. Bagian Germ ( lembaga ), diproses menjadi minyak jagung, dipakai untuk minyak goreng.
Butir jagung mempunyai kadar minyak rata rata 3 %, tetapi jika diambil lembaganya saja, maka kadar minyak dalam lembaga itu rata rata antara 22 – 28%. Minyak jagung adalah ester dari glyserol dengan asam lemak, dimana semua radikal ( OH ) dari glyserol sudah di esterifikasi, karenanya disebut : Tri Glyserida Ester.
Minyak jagung merupakan minyak yang kaya akan poly unsaturated fat, yaitu lemak tak jenuh yang justru aktif menurunkan kadar cholesterol dalam darah. Cholesterol adalah sterol yang terdapat dalam fat, dan bersifat dapat membuat kerak dalam pembuluh darah, sehingga akan terjadi penyempitan dalam pembuluh darah tersebut akibatnya orang yang terkena akan menderita penyakit “ tekanan darah tinggi. Rumus molekul Cholesterol : C27 H46 O yang umumnya banyak terdapat dalam Lemak hewan.
gb488

Proses Pengolahan Kelapa Sawit menjadi CPO

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya kebutuhan CPO dunia, seperti yang terjadi beberapa bulan terahir ini.



Proses Pengolahan CPO (dari Kelapa Sawit Menjadi CPO)
1. PALM FRUIT STRIPPER

Mesin ini berfungsi memisahkan buah-buahan sawit dari tandan sawit. Pemisahan buah-buahan sawit dengan tangan membutuhkan tenaga yang sangat besar.Tetapi dengan bantuan mesin ini memisahkan buah sawit menjadi lebih mudah dengan proses mekanikal sederhana.
Alat ini terdiri dari suatu lempeng-lempeng melengkung yang disusun dengan jarak tertentu dan diikat satu sama lain membentuk suatu sangkar dan didalamnya terdapat tangkai-tangkai pemukul yang dipasang pada sumbu yang berputar.
Tandan dijatuhkan pada bagian ujung atas penebah dan dipukul turun sambil diputar oleh ujung tangkai pemukul hingga turun. Buah akan terpisah dan turun melalui lubang bawah pada sisi yang lain.
Mesin ini mampu merontokkan buah yang disterilisai sebaik yang belum disterilisai dengan sama efektifnya. Kapasitas stripper adalah 2-3 ton per jam. Sehingga satu mesin mampu melayani 2 expeller.

2. OIL EXPELLER dan KETEL PEMASAK

Buah sawit diumpankan ke dalam ketel pemasak yang menggunakan steam dari boiler sebagai sumber panas. Steam dialirkan melalui jaket tangki pemasak. Steam sebagian juga dimasukkan langsung ke dalam ketel pemasak sehingga buah sawit lunak dan semua selnya siap mengeluarkan minyak. Proses ini tidak membutuhkan sterilisasi terpisah, karena sudah dilakukan di ketel pemasak. Buah sawit yang telah dimasak diumpankan ke kotak pelumat yang berada di bawah ketel pemasak.
Tungkai expeller akan mendorong ke dalam ruang pelumat. Minyak yang keluar akan melalui celah dan jatuh ke bawah. Campuran biji sawit dan serat akan keluar dari samping. Kapasitas ekpeller adalah 400 kg buah per jam.

3. PEMISAH SERAT dan BUAH SAWIT

Campuran biji sawit dan sabut merupakan produk samping expeller. Pemisahan biji dari sabut menggunakan alat ini yang dioperasikan manual. Alat ini berupa silinder yang berupa saringan. Sabut akan menembus saringan dan jatuh ke bawah sedangkan biji akan keluar pada ujung silinder. Sabut digunakan sebagai bahan bakar boiler sedangkan biji dijual atau di pecah dan diambil minyak kernelnya.

4. OIL CLARIFIER

Minyak sawit yang didapatkan dari expeller masih berupa minyak kental karena mengandung partikel padat yang berwujud seperti lumpur dan susah dipisahkan dari minyak. Berbagai metoda telah digunakan oleh banyak ilmuwan untuk memisahkan padatan dari minyak, tetapi cara yang paling efektif adalah menambahkan banyak air pada minyak. Penambahan ini akan memisahkan minyak bening ke atas dan air bersama kotoran ke bawah.

Alat berupa dua silinder, dengan satu silinder lebih kecil berada di dalam silinder yang lebih besar. Minyak dimasukkan kedalam silinder yang besar melalui bagian bawahnya. Minyak beningan akan naik ketas, seiring penambahan minyak ke dalam silinder besar. Minyak bening dari silinder besar selanjutnya mengisi silinder kecil dan dikeluarkan melaui bagian bawah silinder kecil. Minyak ini kemudian dipanaskan untuk mengurangi kadar air dan didapatkan CPO.

5. FILTER PRESS

Filter press berguna untuk menjernihkan minyak yang telah keluar dari Oil Clarifier. CPO akan dipompa melalui filter press dan menghasilkan minyak sawit bening.

6. BOILER

Boiler digunakan sebagai pembuat steam yang merupakan sumber panas untuk ketel pemasak. Boiler yang dibuat dapat menggunakan sabut sebagai bahan bakarnya sehingga dapat menghemat penggunaan Bahan bakar minyak.

Mencari Kondisi Optimum Pembuatan Biodiesel Dari CPO Off Grade Dengan Katalis NaOH

Mencari Kondisi Optimum  Pembuatan Biodiesel Dari CPO Off Grade Dengan Katalis NaOH

Muklis dan Whisnu Pamungkas
Program Studi Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Ahmad Yani KM 3, Cilegon – Banten
E-mail : muklis.tekim@gmail.com

            Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar diesel alternatif yang berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Beberapa referensi baik nasional maupun internasional menyatakan bahwa reaksi esterifikasi dilakukan bila kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku minyak nabati lebih besar dari 2%. Bila kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 2% maka dilakukan proses transesterifikasi.
            Penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi operasi optimum pembuatan biodiesel dengan bahan baku  CPO off grade. Pada penelitian ini diawali dengan analisa bahan baku CPO off grade, kemudian dilakukan proses esterifikasi dengan katalis H2SO4 dan dilanjutkan proses transesterifikasi dengan katalis NaOH. Variabel tetap penelitian adalah volume minyak, katalis H2SO4  1%, rasio mol minyak dan methanol 1 : 6, waktu reaksi dan suhu reaksi 60 oC. Variabel tidak tetap pada penelitian adalah rasio katalis NaOH, yaitu 0.5%, 1% dan 1.5%. Minyak yang didapat dianalisa kandungan asam lemak bebas, densitas, viskositas, kandungan air dan titik nyala.
            Dari hasil penelitian di dapatkan sifat fisik dan kimia CPO off grade yaitu kandungan air 0.042%, dan asam lemak bebas 49.03%. Kondisi operasi optimum diperoleh dengan rasio katalis NaOH sebanyak 1% dengan yield metil ester yang diperoleh 60.80% dan di dapat angka asam sebesar 0.11%.

Kata Kunci : CPO off grade, Biodiesel, Esterifikasi, Transesterifikasi, Katalis NaOH






Mencari Kondisi Optimum  Pembuatan Biodiesel Dari CPO Off Grade Dengan Katalis NaOH

Muklis dan Whisnu Pamungkas
Program Studi Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Ahmad Yani KM 3, Cilegon – Banten
E-mail : muklis.tekim@gmail.com

            Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar diesel alternatif yang berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Beberapa referensi baik nasional maupun internasional menyatakan bahwa reaksi esterifikasi dilakukan bila kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku minyak nabati lebih besar dari 2%. Bila kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 2% maka dilakukan proses transesterifikasi.
            Penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi operasi optimum pembuatan biodiesel dengan bahan baku  CPO off grade. Pada penelitian ini diawali dengan analisa bahan baku CPO off grade, kemudian dilakukan proses esterifikasi dengan katalis H2SO4 dan dilanjutkan proses transesterifikasi dengan katalis NaOH. Variabel tetap penelitian adalah volume minyak, katalis H2SO4  1%, rasio mol minyak dan methanol 1 : 6, waktu reaksi dan suhu reaksi 60 oC. Variabel tidak tetap pada penelitian adalah rasio katalis NaOH, yaitu 0.5%, 1% dan 1.5%. Minyak yang didapat dianalisa kandungan asam lemak bebas, densitas, viskositas, kandungan air dan titik nyala.
            Dari hasil penelitian di dapatkan sifat fisik dan kimia CPO off grade yaitu kandungan air 0.042%, dan asam lemak bebas 49.03%. Kondisi operasi optimum diperoleh dengan rasio katalis NaOH sebanyak 1% dengan yield metil ester yang diperoleh 60.80% dan di dapat angka asam sebesar 0.11%.

Kata Kunci : CPO off grade, Biodiesel, Esterifikasi, Transesterifikasi, Katalis NaOH






Potensi CPO Off Grade Sebagai Bahan Baku Biodiesel

Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biodiesel. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil CPO terbesar dunia, oleh karena itu mempunyai peluang untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Tujuan utama adalah bagaimana dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih bermanfaat. Jika hal ini dilaksanakan, maka selain dapat mengendalikan produksi sawit di saat panen besar, keuntunggan lainnya adalah dapat mengurangi impor minyak diesel yang menyita cadangan devisa negara.
Peningkatan produksi TBS dan CPO tiap tahunnya tidak diikuti oleh peningkatan ekspor yang berarti, hal yang sama juga terjadi untuk ekspor Olein (minyak goreng) dan Palm Stearin. Hal tersebut membuat Indonesia mengalami masalah baru ditengah limpahan kekayaan sendiri, sehingga harus dicari alternatif pengolahan produk CPO tersebut. 
CPO off grade adalah CPO yang memiliki bilangan asam  lebih besar dari 5%. CPO off grade dapat di peroleh dari unit pengolahan sederhana tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang antara lain berada di Banten dan Lampung. Di daerah ini kekurangan pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga masyarakat mengolah tandan buah segar secara sederhana menjadi CPO. Hasil dari pengolahan sederhana tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ini menghasilkan kadar FFA lebih dari 20%, sehingga harga jualnya akan lebih rendah jika di bandingkan dengan harga jual CPO standar yaitu 60% harga CPO standar. Harga jual kelapa sawit dan CPO dapat tiba-tiba tidak terkendali, ketika panen berlimpah harga sawit menjadi rendah, sehingga yang sering dirugikan adalah petani karena harus tetap menanggung beban operasional perkebunan sawit mereka. Dengan memiliki pabrik-pabrik biodiesel, maka akan lebih mudah untuk mengendalikan produksi CPO, dalam arti jika produksi CPO berlebih dan harga di pasar internasional kurang baik maka seluruh hasil buah sawit dalam bentuk CPO dapat dikonversi menjadi biodiesel sehingga volume dan harga ekspor CPO dapat dikendalikan dan biodieselnya dapat memasok kebutuhan bahan bakar diesel dalam negeri, yang berarti menurunkan beban devisa untuk impor. Dan jika pengembangan pembuatan biodiesel dimulai dari sekarang tidak mustahil sekitar tahun 2020 ketika diperkirakan Indonesia telah menjadi negara penghasil CPO dan olein terbesar di dunia dan juga pengekspor bahan bakar biodiesel dunia.
Gambar 1. Biodiesel dari CPO
Produksi dan penggunaan BBM alternatif harus segera direalisasikan untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan BBM fosil yang semakin meningkat. Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain : 
1.      Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi
2.      Mempunyai bilangan setana yang tinggi. 
3.      Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx. 
4.      Terdapat dalam fase cair.  
Gambar 2. Flow diagram pembuatan biodiesel

CPO Sebagai Bahan Baku FAME



Karena hal tersebut perlu dicari bahan baku FAME yang murah dan pemakaiannya tidak bersaing dengan kebutuhan pokok manusia. Sambil menunggu jarak pagar yang diperkirakan harga minyaknya lebih murah dari pada CPO, terdapat sumber bahan baku FAME yang berasal dari minyak sawit yaituCPO off grade (FFA 5-20%), Limbah cair pabrik kelapa sawit, Palm fetty acid distillate, minyak goreng bekas, Stearin dan crude stearin.



CPO Off Grade

 CPO off grade adalah CPO yang berkadar kemasaman (bilangan asam) lebih besar dari 5%. mutu ini disyaratkan para pembeli untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada pengolahan labih lanjut dari CPO, antara lain untuk diolah menjadi minyak goreng.

CPO off grade dapat diperoleh darim unit pengolah sederhana tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang ntara lain ada di banten dan lampung. Di daerah ini kekurangan pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga masyarakat mengolah TBS secara sederhana menjadi CPO dengan kadar FFA lebih dari 20%. Harga CPO yang diolah dengan sistem ini lebih kurang Rp2.100 per liter (60% harga CPO standar).

Beberapa daerah yang mengalami masalah ini (TBS berlimpah, tetapi kekurangan PKS) di antaranya aceh, bengkulu, kalimantan dan papua. Dari pada TBS membusuk di daerah-daerah tersebut, ada baiknya diolah secara sederhana menjadi CPO off grade, dan selanjutnya diolah menjadi biodisel atau FAME.
CPO off grade juga bisa terjadi apabila TBS terlambat dipanen, terlambat diangkut, atau terlambat diolah (lazim disebut buah restan). Bisa juga dihasilkan dari minyak sawit yang ditahan terlalu lama di tangki penyimpanan.

 

Prospek, Tantangan dan Strategi Pemenuhan Bahan Bakar Nasional

Biodiesel, sejatinya menjadi solusi Indonesia dalam mengatasi semakin merosotnya cadangan bahan bakar berbasis fosil. Selain ramah lingkungan bahan bakar alternatif ini bisa dijadikan sumber energi utama, apalagi bahan bakunya sangat melimpah. Kelapa sawit selain sebagai sumber minyak makan nyatanya bisa juga digunakan sebagai sumber bahan baku energi alternatif (biodiesel). Untuk kasus di Indonesia, pengembangan biodiesel sudah dilakukan semenjak tahun 2006, dimana pemerintah telah me-ngeluarkan regulasi berupa Perpres No.5 tahun 2006 tentang penurunan konsumsi bahan bakar berbasis fosil ke bahan bakar alternatif dengan target capaian 20% dari total pemakaian. Berbagai regulasi guna me-ngembangkan biodiesel pun diupayakan pemerintah, bahkan sempat ada aturan mandatori pemakaian biodiesel. Sayangnya regulasi itu belum mampu merangsang tumbuhnya industri biodiesel nasional. Padahal pengembangan bahan bakar nabati (BBN) penting untuk energy security, pasalnya di tahun 2007 diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan terkuras habis hingga 12 tahun mendatang. Merujuk dari target Tim Nasional BBN diperkirakan tahun 2005 hingga 2015 pemakaian biodiesel bisa ditingkatkan secara bertahap dari 2,5% hingga 20%. Kalau dikonversi ke jumlah produksi maka dibutuhkan biodiesel sekitar 2,41 juta Kl/tahun. Sementara di 2020 kebutuhan itu akan meningkat menjadi 10,22 juta Kl/tahun. Praktis kondisi ini mampu menyerap produksi CPO yang dipekirakan meningkat menjadi 40 juta ton di 2020. Hingga saat ini kapasitas produksi biodiesel tercatat di tahun 2008 mencapai 1,8 juta Kl, pada 2009 meningkat menjadi 2,9 juta Kl dan pada tahun ini kapasitas produksi biodiesel nasional telah mencapai 3,9 juta Kl, diperkirakan kapasitas produksi di 2011 mencapai 4,4 juta Kl. Bila dibandingkan dengan kebutuhan biodiesel nasional, berada dibawah kapasitas produksi industri biodiesel nasional, misalkan di tahun 2008 tercatat kebutuhan mencapai 25.157 Kl, lantas di 2009 mencapai 1 juta Kl dan di 2010 mencapai 1,2 juta Kl dan di 2011 diperkirakan permintaan bisa mencapai 1,7 juta Kl. Hingga saat ini berdasar data dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), produsen biodiesel nasional mencapai 22 anggota, 11 sudah beroperasi, 5 perusahaan memasok untuk Pertamina. Kualitas biodiesel nasional sudah sesuai dengan standardisasi yang ditentukan baik oleh lembaga standardisasi nasional maupun internasional, contohnya biodiesel nasional telah sesuai standar SNI 7182, ASTM 6751 dan EN 14241. Sayangnya harga masih menjadi kendala pengembangan industri biodiesel nasional. Sebab melangitnya harga CPO di pasar internasional sontak membuat harga biodiesel nasional kalah ketimbang harga solar bersubsidi, maka pemerintah mesti mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong tumbuhnya industri biodiesel nasional. Contohnya, di tahun 2006, harga CPO saat itu mencapai US$ 400/ton dan harga biodiesel US$ 600/ton. Sekarang biodiesel dipatok harga US$ 1.113/ton, padahal harga CPO sudah sekitar US$1.000/ton. Jadi memang biodiesel tidak bisa bersaing karena harga. Masalah lainnya, bahan baku selain CPO belum siap untuk membuat harga biodiesel bisa bersaing dengan pasar. Keunggulan dan Peluang Industri BBN Sejatinya industri biodiesel memiliki peluang dan kesempatan besar guna memenuhi kebutuhan energi nasional, sebab bahan bakar ini memiliki berbagai keunggulan diantaranya, pertama, BBN produk ramah lingkungan dan renewable, dimana cetane number tinggi bisa mengurangi emisi (SO2,CO2,CO), tidak perlu modifikasi mesin, hemat biaya maintenance, non toxic dan biodegradable material, safe-handling storage. Kedua, menciptakan nilai tambah dan menaikkan GNP, dimana agro industri dan produk hilir bisa berkembang, BBN adalah energi alternatif dan mendukung energi security serta mengurangi impor BBM alhasil hemat devisa dan biaya energi. Ketiga, bahan baku melimpah dan banyak jenisnya. Pada tahun 2011 diperkirakan produksi CPO Indonesia mencapai 21 juta MT/tahun dan sekitar 70% di ekspor, saat ini pemerintah sedangkan mempersiapkan insentif untuk mendorong perkembangan industri biodiesel nasional. Keempat, permintaan terus meningkat baik untuk pasar domestik maupun internasional.  

Sumber: Infosawit November 2010

POTENSI BIODIESEL INDONESIA

Pendahuluan

Pemenuhan sumber energi dalam bentuk cair terutama solar pada sektor transportasi merupakan sektor paling kritis dan perlu mendapat perhatian khusus. Dengan meningkatnya konsumsi solar dalam negeri, berarti impor dari luar negeri adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi, jika tidak maka kekurangan pasukan tidak dapat dihindari, pada saat ini kurang lebih 25% kebutuhan solar dalam negeri telah menjadi bagian yang di Impor yang artinya adalah pengurasan devisa negara. Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable) dalam upaya meningkatkan security of supply dan mengurangi kuantitas impor bahan baku tersebut.

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan (renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk cair ini.

Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa, memiliki angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero CO¬¬2 emission.

Oleh karena itu, pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi sangat penting seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan biodiesel didunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an sehingga pada saat ini ibeberapa bagian dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah lingkungan ini.
Sebagai contoh, di dunia telah ada lebih dari 85 pabrik biodiesel dengan kapasitas 500 - 120.000 ton/tahun dan pada 7 tahun terakhir ini 28 negara telah menguji-coba, 21 di antaranya kemudian memproduksi. Amerika dan beberapa negara Eropa telah menetapkan Standar Biodiesel. Berbagai bahan baku juga telah dipergunakan seperti,
Minyak Rapeseed (kanola) di Eropa, Minyak Kedele di Amerika serikat, Minyak Kelapa di Filipina, Minyak Sawit (Malaysia), dan lain-lain. Di Hawaii minyak Jelantah (minyak goreng bekas) juga telah dipergunakan oleh Hawaii, Pacific Biodiesel Inc. dengan kapasitas pabrik kecil (40 ton/bln). Di Nagano (Jepang) bahan baku dari 60 fast-food restaurants telah dipakai sebagai bahan bakunya.Sehingga, Biodiesel telah “merebut” 5% pangsa pasar ADO (automotive diesel oil) di Eropa. Target Uni-Eropa adalah 12% pada tahun 2010. Khusus di Malaysia telah dikembangkan pilot plant biodiesel dengan skala 3000 ton/hari yang telah siap memenuhi kebutuhan solar jika sewaktu-waktu diperlukan.

Ada beberapa alternatif teknologi untuk mensubstitusi solar yaitu teknologi gas to liquid (fischer tropsh diesel) atau GTL yang mengubah gas menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi sehingga serupa dengan minyak diesel, DME (dimethyl ether) adalah bahan bakar turunan gas alam atau methanol yang memiliki bilangan setana tinggi tetapi berupa gas pada keadaan sehari-hari.
Penerapan teknologi GTL sangat memerlukan investasi yang sangat tinggi dan kebutuhan lapangan gas yang sangat besar serta sangat padat modal dan padat teknologi. Teknologi DME menuntut modifikasi yang cukup besar pada mesin yang memakan dana cukup besar sehingga tidak sesuai diterapkan pada masa-masa ini.
Sedangkan teknologi biodiesel memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
– Selain mengurangi impor ADO,
– Juga menguatkan security of supply bahan bakar diesel yang independent dalam negeri,
– Kemungkinan yang tinggi dapat diekspor
– Meningkatkan kesempatan kerja orang Indonesia di dalam negeri
– Mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu - antar daerah
– Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri proses di dalam negeri
– Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara dengan ‘bahan bakar ramah lingkungan’
– Meningkatkan produksi barang modal
– Memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair
Hal ini karena teknologi biodiesel tidak menuntut teknologi yang sangat tinggi dan mahal, dan melibatkan proses yang tidak membahayakan, pabrik-pabrik biodiesel dapat diadakan dalam skala kecil, sehingga bisnisnya bisa dilakukan pada skala-skala Koperasi sehingga keuntungannya bisa langsung dinikmati oleh lingkungannya.

Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar didunia pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia sangat berpotensi menghasilkan minyak sawit yang dapat menjadi berbagai macam komoditi selain bahan bakar biodiesel minyak sawit, sehingga hal-hal ini merupakan kesempatan emas bagi sentra-sentra kelapa sawit untuk mandiri dalam energi. Indonesia selayaknya melihat potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang segera dapat dengan cepat diimplementasikan, dilihat dari berbagai pertimbangan diantaranya melimpahnya bahan baku pembuatan biodiesel berbasis Crude Palm Oil (CPO), serta kemudahan teknologi pembuatan biodiesel, dan tentunya aspek terpenting berupa independensi Indonesia terhadap energi diesel.

Artikel ini menyampaikan tentang prospektif penggunaan biodiesel dengan bahan baku Crude Palm Oil (CPO).


Kebutuhan Bahan Bakar Diesel di Indonesia
Diperkirakan pada tahun 2007 atau sebelum tahun 2015 Indonesia akan menjadi negara Net-Importir bahan baku minyak mentah.
Saat ini Indonesia mengimpor hampir 5-6 Milyar liter bahan bakar diesel, yang merupakan hampir 50% kebutuhan solar dalam negeri sehingga alternatif substitusi dengan bahan baku di Indonesia sangat layak dilakukan. Subtitusi dalam sedikit bagian saja (1-3%) biodiesel dalam solar akan menghemat devisa yang cukup berarti.
Disisi lain, Indonesia termasuk pengekspor Crude Palm Oil (CPO) nomer dua terbesar di dunia setelah Malaysia, dan terus bertambah setiap tahunnya, dan diperkirakan pada tahun 2012 akan menjadi ekportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Oleh karena itu CPO merupakan bahan baku biodiesel yang paling potensial pada saat ini.


Pengembangan Biodiesel
Metode dasar pengembangan biodiesel sudah banyak dilakukan di Indonesia, disamping pengetahuan dan kemampuan penanganan bahan baku kelapa sawit sudah sangat dikenal di Indonesia.

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari sumber daya hayati. Biodiesel dapat dibuat dari minyak trigliserida (minyak kelapa sawit, kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari, jarak pagar, kapuk, saga hutan, kelor, kemiri, d.l.l.). Trigliserida tersebut diubah menjadi alkil ester dengan mereaksikannya dengan alkil alkohol.

Secara umum, pengembangan biodiesel termasuk teknologi menengah bahkan bisa dikatakan cukup sederhana, tidak memerlukan unit-unit operasi dengan tingkat kerumitan maupun resiko yang tinggi.

Reaktor berpengaduk adalah unit utama dalam pembuatan biodisel disamping unit penting lainnya berupa unit-unit pemisahan dan pemurnian. Bahkan pembuatan biodiesel ini dimungkinkan dilakukan dengan skala rumah tangga atau skala kecil.

Biodiesel dibuat dengan mereaksikan Crude Palm Oil (CPO) dengan methanol atau etanol melalui reaksi esterifikasi dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis menjadi senyawa Ester dengan produk samping gliserin. Pada saat ini gliserin juga merupakan produk dengan harga jual yang cukup tinggi.



Gambar 1. Diagram blok pembuatan Biodiesel

Dalam setiap unit energi yang digunakan untuk menghasilkan biodiesel maka akan dihasilkan 3.2 unit energi. Hal ini berarti, penyerapan energi matahari menjadi energi kimia dalam biodiesel adalah sangat efisien.

Crude Palm Oil (CPO) dipasaran biasanya mengandung sekitar 5% Free Fatty Acid (FFA) yang akan mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel, karena itu FFA ini harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis asam melalui reaksi Esterifikasi.

Secara umum, karakteristik biodiesel untuk konsumsi mesin diesel adalah sebagai berikut:

Karakteristik Biodiesel
Komposisi Metil Ester
Bilangan Setana 55
Densitas, g/mL 0.8624
Viskositas, cSt 5.55
Titik Kilat, C 172
Energi yang dihasilkan, MJ/Kg 40.1

Tabel 1. Karakteristik Biodiesel

Dapatkah Biodiesel berkompetisi dengan Solar Minyak bumi?
Dilihat dari segi harga, biodiesel memang tidak akan bisa menghasilkan harga jual lebih murah dibandingkan dengan solar minyak bumi, tetapi dari segi alternatif energi ramah lingkungan, serta upaya membangun ketahanan nasional di bidang energi, maka biodiesel layak untuk diimplementasikan.
Pada saat ini Indonesia adalah satu negara yang mensubsidi harga BBM dan tidak menarik pajak. Sudah tentu hal ini akan mengakibatkan berbagai macam program energi alternatif tidak akan pernah sukses dijalankan, rakyat terlena dengan murahnya harga minyak tanah, harga solar dll. Tidak seperti negara lain yang justru memberikan pajak pada harga BBM. Thailand adalah negara yang memiliki pajak BBM terendah didunia, menerapkan pajak rata-rata 22% untuk harga BBM yang dipasarkan didalam negerinya.

Sebagai gambaran kasar, harga produk per/liter Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) adalah sekitar Rp. 5000, dan jika diproduksi langsung melalui serangkaian proses berbasis buah segar kelapa sawit, maka harga produk biodiesel adalah Rp. 3000. Harga tersebut jelas lebih tinggi dibandingkan harga solar minyak bumi. Akan tetapi jika suatu saat keberadaan minyak bumi semakin langka, maka tidak ayal lagi minyak bumi pun akan menjadi mahal dan akan melebihi harga minyak sawit, hal ini bisa terjadi 10 s.d 20 tahun lagi ketika cekungan minyak didunia sudah habis dikuras. Sehingga suatu saat nanti orang akan kesulitan mencari bensin, solar dan produk turunannya. Pada saat itulah persiapan pada saat ini akan menjadi penolongnya.

Salah satu upaya implementasi biodiesel perlu diatur dengan menggunakan strategi blending. Strategi blending itu sendiri bisa dilihat dalam 2 (dua) persepsi, yang pertama adalah upgrading kualitas bahan bakar yang dihasilkan dan yang kedua adalah upaya pemasyarakatan biodiesel itu sendiri.

Agar blending bisa menghasilkan upgrading yang nyata terhadap kualitas bahan bakar solar campuran, maka blending optimum berada pada kisaran 30:70 prosen-volume (Biodiesel : Solar).
Tetapi jika blending tersebut adalah merupakan upaya pemasyarakatan biodiesel, maka blending biodiesel cukup dilakukan pada prosentase 1-3 % (atau dua prosen volume biodiesel), sebagai awal pemasyarakatan, dan secara perlahan melaksanakan upaya-upaya lanjutan untuk menaikkan kadar biodiesel pada blending bahan bakar campuran tersebut perlahan dinaikkan.

Lingkungan dan Biodiesel
Biodiesel bersifat terbaharui dari tumbuhan, dan ramah lingkungan, emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran mesin-mesin akan diserap kembali oleh tanaman melalui mekanisme fotosintesis. Sehingga menekan akumulasi CO¬2 di atmosfir atau yang banyak dikenal dengan zero CO2 emission. Akumulasi CO¬2 di atmosfer yang dihasilkan oleh bahan bakar berbasis minyak bumi atau batu bara mengakibatkan perubahan iklim global atau yang disebut dengan efek pemanasan global atau global warming, karena membakar minyak bumi atau batu bara sama dengan mengeluarkan CO¬2 dari dalam bumi dan memindahkannya ke atmosfer.

Blending Bahan Bakar Euro 2
Berkaca pada uraian strategi blending 2% (dua prosen volume) dimana dampak terhadap upgrading kualitas serta penurunan emisi bahan bakar tidaklah siginifikan.
Karena itu, akan sangat baik jika upaya blending pada prosentase minimum tersebut dilakukan terhadap solar minyak bumi untuk kualitas emisi standar Euro 2.
Seandainya harga solar minyak bumi kualitas Euro 2 adalah Rp. 1910 dan harga Biodiesel adalah Rp. 3000,-, maka hasil blending Biodiesel : Solar Minyak Bumi (2 : 98 % Volume ) adalah sekitar Rp 1950 (termasuk biaya blending).
Dengan melakukan implementasi tersebut, maka akan dihasilkan produk bermutu baik dengan emisi minimal serta telah dilakukan upaya pemasyarakatan biodiesel.
Memang harga jual bahan bakar campuran tersebut tetap akan lebih mahal, tetapi memang selalu ada harga yang harus dibayar dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan serta menurunkan emisi bahan bakar.

Penanganan Produk Biodiesel
Biodiesel adalah produk yang tidak beracun serta biodegradable, sehingga penanganannya jauh lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan bahan solar minyak bumi.

Aktivitas blending biodiesel dan solar minyak bumi tidaklah membutuhkan penanganan yang rumit, karena tanpa dilakukan pengadukanpun kedua material tersebut akan bercampur dengan sempurna dan stabil.

Kendala yang sering dikeluhkan (tetapi tidak akan terjadi di Indonesia) adalah kemungkinan terbentuknya gel akibat suhu yang sangat rendah (biasanya identik dengan nilai pour point) yang mungkin terjadi di negara-negara lain yang mengalami musim dingin.

Upaya menurunkan nilai pour point dalam rangkaian proses menghasilkan biodiesel akan berakibat terhadap menurun pulanya angka cetane number, yang berarti menurunkan kualitas biodiesel yang dihasilkan, sehingga perlu difikirkan tentang optimalisasi proses.

Cara lain yang bisa diaplikasikan adalah dengan menggunakan penambahan aditiv yang mencegah terbentuknya gel, hanya saja upaya-upaya ini baru perlu difikirkan ketika orientasi produk biodiesel adalah eksport ke negara-negara yang mempunyai musim dingin.

Memulai dengan Implementasi Pemasyarakatan dan Percontohan
Upaya blending tentu saja harus dibarengi dengan implementasi, karena itu perlu dilakukan semacam percontohan di suatu kota tertentu yang didukung oleh berbagai pihak. Karena apapun kalau hanya berhenti pada tataran tulisan, maka tidak akan pernah dapat diwujudkan.

Alternatif terbaik adalah dengan mengaplikasikan produk bahan bakar ramah lingkungan tersebut pada fasilitas-fasilitas kendaraan transport umum yang sebagian besar memakai solar sebagai bahan bakarnya, seperti yang dilakukan pemerintah kota Kyoto di Jepang. Hal ini terutama untuk menyelamatkan udara dan lebih jauh lagi kesehatan warga kota. Hal ini haruslah segera dimulai, karena dilihat dari sisi penting pendukung utama, yaitu ketersediaan bahan baku, kemampuan teknologi, serta sarana pendukung, semuanya bisa dilakukan oleh sumber daya lokal Indonesia.

Pada saat ini ITB dan BPPT telah melakukan rekayasa proses/pabrik dan uji jalan kendaraan bermesin diesel dengan menggunakan bahan bakar biodiesel. BPPT mengembangkan pabrik biodiesel yang berbahan baku limbah pabrik sawit, ITB mengembangkan teknologi biodiesel langsung dari buah sawitnya dan juga berbagai macam minyak tanaman yang berpotensi lainnya. Pada bagian reaktornya ITB telah mengembangkan reaktor dengan nama Superhigh Conversion Reactor untuk meningkatkan efisiensi perolehan reaksi dalam waktu yang singkat. Pada saat ini di ITB ada sedikitnya dua mobil staf pengajarnya yang setiap hari berjalan dengan bahan bakar biodiesel ini, tanpa masalah.

Jika implementasi tersebut berhasil diterapkan, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara penghasil biodiesel yang dapat diekspor keluar negeri, bisa dibayangkan tentang manfaat ini bagi Indonesia, baik dari segi financial, maupun kebangaan sebagai negara yang mampu menghasilkan sumber energi terbaharukan yang ramah lingkungan, jangan sampai kita tertinggal terlalu jauh dengan negara tetangga kita yang sudah memulai komersialisasi biodiesel untuk skala besar.
 
Copyright © Chemical Engineer. Design by Best Website Design
Buy Traffic and Templates On Sales